Ditinjau
dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah
filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran
teoretis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari,
ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani
Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi
terpecah-pecah, dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17,
maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut
ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut
sejalan dengan pemikiran Van Peursen, yang mengemukakan bahwa dahulu
ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu
bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam
perkembangan lebih lanjut, filsafat itu sendiri telah mengantarkan
adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu
pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing
cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan
masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan
demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju
dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula
sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih
khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Ilmu pengetahuan dapat
dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas
(konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat
ditentukan.
Jika
Ilmu Pengetahuan Tertentu dikaji dari ketiga aspek (ontologi,
epistemologi dan aksiologi), maka perlu mempelajari esensi atau hakikat
yaitu inti atau hal yang pokok atau intisari atau dasar atau kenyataan
yang benar dari ilmu tersebut. Contohnya Membangun Filsafat Ilmu Farmasi
perlu menelusuri dari aspek :
· Ontologi
yaitu eksistensi (keberadaan) dan essensi (keberartian) ilmu-ilmu
kefarmasian. Di sini ditinjau objek apa yang ditelaah sehingga
menghasilkan pengetahuan tersebut. Objek ontologis pada farmasi ialah
obat dari segi kimia dan fisis, segi terapetik, pengadan, pengolahan
sampai pada penyerahannya kepada yang memerlukan.
· Epistemologi
yaitu metode yang digunakan untuk membuktikan kebenaran ilmu-ilmu
kefarmasian. Landasan epistemologis kebiasan sehari-hari ialah
pengalaman dan akal sehat; landasan epistemologis farmasi ialah logika
deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis, yang dinamakan
pula metode logiko-hipotetiko-verifikatif.
· Aksiologi
yaitu manfaat dari ilmu-ilmu kefarmasian. Di sini mempertanyakan apa
nilai kegunaan pengetahuan tersebut. Kegunaan atau landasan aksiologis
farmasi adalah bertujuan untuk kesehatan manusia.
Semua
bentuk pengetahuan dapat dibeda-bedakan atau dikelompokkan dalam
berbagai kategori atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang
ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu yang berakar dari kajian filsafat,
yaitu seni (Arts), etika (Ethics), dan Sains (Science). Disatu pihak, farmasi tergolong seni teknis (Technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam penggunaan obat (medicine); di lain pihak farmasi dapat pula dogolongkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural science).
Sebagai
ilmu , farmasi menelaah obat sebagai materi, baik yang berasal dari
alam maupun sintesis dan menggunakan metode
logiko-hipotetiko-verifikatif sebagai metode telaah yang sama seperti
digunakan pada bidang ilmu pengetahuan alam. Oleh karena itu farmasi
merupakan ilmu yang dapat dikelompokkan dalam bidang sains.
Farmasi
pada dasarnya merupakan sistem pengetahuan yang mengupayakan dan
menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan dirinya dalam
mendalami, memperluas, menghasilkan dan mengembangkan pengetahuan
tentang obat dan dampak obat yang seluas-luasnya serta efek dan pengaruh
obat pada manusia dan hewan. Untuk menumbuhkan kompetensi dalam sistem
pengetahuan, farmasi menyaring dan menyerap pengetahuan yang relevan
dari ilmu biologi, kimia, fisika, matematika, perilaku dan teknologi;
pengetahuan ini dikaji, diuji, diorganisir, ditransformasi dan
diterapkan.
Farmasi
sebagai ilmu juga meliputi pelayanan obat secara professional. Istilah
professional saat ini semakin dikaburkan karena banyak digunakan secara
salah kaprah. Semua pekerjaan (job, vacation, occupation) dan keahliah (skill) dikategorikan sebagai profesi. Demikian pula istilah professional sering digunakan sebagai lawan kata amatir.
Menurut Hughes, E.C.: “Profession
pofess to know better than other the nature of certain matters, and to
know better than their clients what ails them or their affairs”. Definisi
ini menggambarkan suatu hubungan pelayanan antar-manusia, sehingga
tidak semua pekerjaan atau keahlian dapat dikategorikan sebagai profesi.
Menurut Schein, F.H. “The
profession are a set of occupation that have developed a very special
set or norms deriving from their special role in society”. Kelompok profesi dapat dibedakan dari yang bukan profesional menurut kriteria berikut:
- Memilih
pengetahuan khusus, yang berhubungan dengan kepentingan sosial.
Pengetahuan khusus ini dipeajari dalam waktu yang cukup lama untuk
kepentingan masyarakat umum.
- Sikap
dan perilaku professional. Seorang professional memiliki
seperangkat sikap yang mempengaruhi perilakunya. Komponen dasar
sikap ini ialah mendahulukan kepentingan orang lain (altruisme)
di atas kepentingan diri sendiri. Menurut Marshall, seorang
professional bukan bekerja untuk dibayar, tetapi ia dibayar supaya
ia dapat bekerja.
- Sanksi
sosial. Pengakuan atas suatu profesi tergantung pada masyarakat
untuk menerimanya. Bentuk penerimaan masyarakat ini ialah dengan
pemberian hak atau lisensi oleh Negara untuk melaksanakan praktek
suatu profesi. Lisensi ini dimaksudkan untuk menghindarkan
masyarakat dari oknum yang tidak berkompetensi untuk melakukan
praktek professional.
Farmasi
didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan
bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan
dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup
pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan, aksi farmakologis,
pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat dan sediaan
obat. Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan
obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep dokter berizin, dokter
gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya
dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.
Sebagian
besar kompetensi farmasi ini diterjemahkan menjadi produk yang dikelola
dan didistribusikan secara professional bagi yang membutuhkannya.
Pengetahuan farmasi disampaikan secara selektif kepada tenaga
professional dalam bidang kesehatan dan kepada orang awam dan masyarakat
umum agar pengetahuan mengenai obat dan produk obat dapat memberikan
sumbangan nyata bagi kesehatan perorangan dan kesejahteraan umum
masyarakat.